9/04/2016

Alokasi Dana BOS Untuk Gaji Guru Honorer Diturunkan Menjadi 15%

Pemerintah berencana menghapus alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk gaji guru honorer. Kebijakan ini akan dilakukan bertahap mulai tahun ini dengan cara alokasinya diturunkan dari 20% menjadi 15%.

Dirjen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad mengatakan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sudah meminta ke Kemendikbud untuk mengatur kembali alokasi dana BOS. Dua instansi pemerintah ini pun mewacanakan untuk menghapus alokasi BOS untuk gaji guru honorer.

Menurut dia, pos penggunaan anggaran operasional sekolah itu dalam waktu dekat akan ditertibkan. ”Yang namanya BOS itu nanti akan diarahkan untuk kepentingan siswa saja. Posnya tidak lagi untuk gaji guru honorer,” katanya seusai rapat dengar pendapat (RDP) Kemendikbud, Kemenristek Dikti, dan LPDP dengan Komisi X DPR di ruang Komisi X DPR kemarin.

Hamid menjelaskan, sesuai namanya, BOS itu memang hanya untuk kegiatan siswa semata dari kegiatan pembelajaran hingga kegiatan kesiswaan. Alokasi untuk guru itu dihapus lantaran pemerintah sudah memberikan kesejahteraan melalui tunjangan baik tunjangan fungsional maupun khusus.

Kesejahteraan guru honorer itu seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dengan mengalokasikan anggaran gaji melalui APBD masing-masing. Plt Sekjen Kemendikbud ini mengungkapkan, sejak 2001 melalui otonomi daerah pemerintah daerah harus memberikan kesejahteraan bagi guru honorer.

Hal ini sesuai fakta bahwa pengangkatan guru honorer pun dilakukan langsung oleh daerah, bukan oleh pusat. Adapun Kemendikbud, melalui dana BOS itu, hanya membantu. ”Kita (Kemendikbud) ini kan hanya membantu. Masa sekarang dituntut menjadi kewajiban? Tolonglah itu pemerintah daerah mulai melaksanakan kewajibannya,” ungkap Hamid.

Hamid menuturkan, realisasi penghapusan alokasi BOS untuk gaji guru honorer memang masih jauh. Sebab, pemerintah harus melihat kembali kekuatan fiskal pusat dan daerah. Akan tetapi, ujar Hamid, pembahasan lintas kementerian akan digencarkan untuk realisasi tersebut. Hal ini akan terus diupayakan mengingat BOS harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan siswa.

Hal itu juga untuk mendukung kebijakan pendidikan gratis untuk memperluas akses pendidikan bagi semua kalangan. Selain membayar honor guru honorer, dana BOS digunakan untuk membiayai 12 komponen kegiatan. Perpustakaan, pembiayaan penerimaan siswa baru, ekstrakurikuler, ujian dan ulangan, beli bahan habis pakai, langganan daya dan jasa, perawatan sekolah, pengembangan profesi guru, membantu siswa miskin, komputer, pembiayaan pengelolaan BOS, dan biaya tak terduga.

Hamid melanjutkan, meski persentase BOS untuk gaji guru honorer turun 5%, sebenarnya tidak terlalu berdampak untuk penggajian guru honorer. Sebab, komponen satuan biaya BOS juga sudah dinaikkan. Dia mengungkapkan, satuan biaya BOS untuk jenjang SD naik dari Rp580.000 menjadi Rp800.000. Untuk jenjang SMP naik dari Rp710.000 menjadi Rp1 juta.

”Jadi jangan dilihat persentasenya yang turun karena nominalnya naik, maka unit cost-nya juga naik. Artinya, gaji mereka pasti relatif sama, bahkan lebih tinggi dari tahun lalu,” ungkapnya. Ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan menjelaskan, sepanjang pemerintah pusat belum mampu menyediakan guru PNS, alokasi gaji guru honorer di BOS jangan dihapus.

Dia mengasumsikan, jika dana BOS untuk gaji guru honorer dihapus, akan terjadi penyelewengan penggunaan oleh sekolah. Bahkan sekolah akan melakukan pungutan liar untuk membiayai gaji guru honorer itu. Iwan menjelaskan, pemerintah kabupaten/kota memang bertanggung jawab membiayai gaji itu.

Dia mengakui, ada kabupaten/ kota yang sudah menunaikan tanggung jawabnya seperti Kota Bandung guru honorer diberi gaji Rp300.000 per bulan. Namun, menjawab persoalan gaji guru honorer ini tidak semudah membalikkan tangan. Sebab guru honorer masih diperlukan, khususnya di daerah terpencil yang kekurangan guru PNS.

”Jadi, sebelum dana BOS dihapus maka harus ada pemetaan dulu mana daerah yang kekurangan guru dan bagaimana kesejahteraan mereka ditanggung pemerintah,” ungkapnya. Pengamat pendidikan dari UPI Bandung, Said Hamid Hasan, berpendapat, jika pemerintah mau meningkatkan angka partisipasi kasar (APK), pemerintah harus memberikan perhatian kepada guru, terutama guru honorer yang masih dibutuhkan siswa di semua jenjang.

Pemerintah pusat pun tidak bisa mengabaikan fakta bahwa daerah mengangkat guru honorer karena tidak ada jatah pengangkatan guru PNS. Jika memang pemerintah mau membereskan guru honorer, ujarnya, hal yang perlu dikaji pemerintah adalah berapa guru honorer yang diangkat tidak wajar. Di sisi lain, pemerintah harus meningkatkan kualitas guru honorer yang pengangkatannya sesuai lantaran sekolah masih membutuhkannya.
Apakah berhubungan dengan Surat Edaran ini
Previous Post
Next Post

0 komentar: