Tahun ini anggaran tunjangan profesi guru berkisar Rp70 miliar, sedangkan untuk tahun depan naik menjadi Rp72,6 triliun. ”Kenaikan itu sudah dihitung dengan inflasi dan kenaikan gaji PNS (pegawai negeri sipil). Ketika tidak dihitung seperti itu, kita kekurangan duitnya terus untuk membayar TPG (tunjangan profesi guru),” ungkap Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Sumarna Surapranata di Jakarta kemarin.
Pranata mengatakan, kenaikan alokasi anggaran TPG itu dilakukan karena ada keterlambatan pembayaran tahun ini. Salah satu sebab keterlambatan pembayaran itu disebabkan adanya kenaikan gaji PNS. Gaji PNS naik per golongan, sementara TPG diberikan per satu kali gaji pokok. ”Ternyata ada kenaikan gaji pokok sesuai golongan. Ini tidak bisa dibayar karena jumlah (uangnya)-nya harus sama (antara gaji dan tunjangan),” ungkapnya.
Dia mencontohkan di Bandung Barat. Kepala daerah setempat melaporkan tunjangan guru yang seharusnya dibayar untuk tiga bulan hanya cukup untuk dua bulan. Penyebabnya, gaji pokok ada kenaikan di April, sehingga tunjangan profesi yang semestinya dibayar sebesar Rp56 miliar, namun karena ada perubahan gaji, maka kurang Rp2 miliar. Maka diputuskan kepala dinas setempat hanya membayar dua bulan tunjangan profesi, sedangkan sisa satu bulannya akan dibayarkan Oktober.
Agar tahun depan tidak ada hambatan pembayaran TPG, pemerintah akan menaikkan alokasi anggarannya. Pranata menyatakan semua guru berhak mendapat TPG, namun hanya bagi guru yang sudah bersertifikasi. Sesuai amanah UU No 14/2005 tentang Guru, hanya ada 1,7 juta guru yang punya hak disertifikasi pemerintah, sedangkan 547.154 guru yang diangkat setelah tahun 2006 sertifikasi harus membayar sendiri.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo menilai rencana Kemendikbud agar guru-guru yang diangkat setelah tahun 2006 melaksanakan sertifikasi sendiri dengan biaya sendiri, hakikatnya justru menganiaya guru. Dia meminta mendikbud menghentikan gagasannya yang aneh dan melanggar UU Guru dan Dosen itu.
Pranata mengatakan, kenaikan alokasi anggaran TPG itu dilakukan karena ada keterlambatan pembayaran tahun ini. Salah satu sebab keterlambatan pembayaran itu disebabkan adanya kenaikan gaji PNS. Gaji PNS naik per golongan, sementara TPG diberikan per satu kali gaji pokok. ”Ternyata ada kenaikan gaji pokok sesuai golongan. Ini tidak bisa dibayar karena jumlah (uangnya)-nya harus sama (antara gaji dan tunjangan),” ungkapnya.
Dia mencontohkan di Bandung Barat. Kepala daerah setempat melaporkan tunjangan guru yang seharusnya dibayar untuk tiga bulan hanya cukup untuk dua bulan. Penyebabnya, gaji pokok ada kenaikan di April, sehingga tunjangan profesi yang semestinya dibayar sebesar Rp56 miliar, namun karena ada perubahan gaji, maka kurang Rp2 miliar. Maka diputuskan kepala dinas setempat hanya membayar dua bulan tunjangan profesi, sedangkan sisa satu bulannya akan dibayarkan Oktober.
Agar tahun depan tidak ada hambatan pembayaran TPG, pemerintah akan menaikkan alokasi anggarannya. Pranata menyatakan semua guru berhak mendapat TPG, namun hanya bagi guru yang sudah bersertifikasi. Sesuai amanah UU No 14/2005 tentang Guru, hanya ada 1,7 juta guru yang punya hak disertifikasi pemerintah, sedangkan 547.154 guru yang diangkat setelah tahun 2006 sertifikasi harus membayar sendiri.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo menilai rencana Kemendikbud agar guru-guru yang diangkat setelah tahun 2006 melaksanakan sertifikasi sendiri dengan biaya sendiri, hakikatnya justru menganiaya guru. Dia meminta mendikbud menghentikan gagasannya yang aneh dan melanggar UU Guru dan Dosen itu.
0 komentar: