8/08/2015

7 Fakta Menyedihkan Tenaga Honorer

Setiap orang pasti memiliki harapan tertentu akan masa depannya. Sewaktu duduk di bangku SD, SMP hingga ke SMA barangkali sudah terbayang apa cita-cita kelak yang ingin dicapai. Salah satunya apakah profesi atau pekerjaan nanti kalau sudah dewasa. Profesi atau pekerjaan tersebut seharusnya sesuai bakat, minat dan kemampuan diri. Hal ini tentu diri sendiri yang tahu.


Termasuk profesi sebagai pendidik. Sungguh mulia jika kita memang sedari dini bercita cita ingin menjadi seorang guru. Menjadi seorang guru tidaklah mudah karena berhadapan dengan anak-anak dan remaja yang memiliki beragam karakter dan kenyataan di lapangan terkadang tidak seindah yang dibayangkan saat ingin menjadi guru.

Dulu, menjadi seorang guru jangan pernah berharap menjadi sejahtera, gaji dikebiri… hingga muncul istilah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Berangsur-angsur kesejahteraan guru mulai ditingkatkan pemerintah, dari gaji pokok PNS yang terus naik, sertifikasi guru, hingga pemberian tunjangan lain untuk guru. Minat menjadi guru pun semakin tinggi di masyarakat. Namun perlu diketahui, sebenarnya ada hal-hal “menyedihkan” tentang guru, terutama guru honorer. Berikut beberapa fakta menyedihkan guru honorer.

1. Gaji minim

Sudah menjadi rahasia umum kalau gaji guru di Indonesia apalagi di sekolah negeri sangat tidak manusiawi, dengan gaji paling tinggi 500 ribu bulan, tentu tidak mencukupi untuk kebutuhan apalagi jika sudah berkeluarga. Bahkan masih banyak guru yang digaji 100ribu perbulan. Pemda yang keuangannya baik dan punya kepedulian terhadap dunia pendidikan tentu akan mengangkat mereka sebagai tenaga Kontrak / pegawai Tidak tetap daerah yang gajinya lebih tinggi dibanding honorer yang diangkat pihak sekolah. Jadi jangan heran buat Anda yang mau jadi guru siapkan mental dan usaha lain, kalo masih nekat jadi mau jadi guru.

2. Hanya bisa ngelus dada ketika guru lain menerima Duit.

Fakta yang kedua adalah guru honor hanya bisa mengelus dada ketika guru lain menerima duit tunjangan. Terkadang di dalam kantor guru honor cuma bisa menjadi pendengar yang baik ketika guru guru lain PNS berbicara masalah tunjangan ini itu.

3. Dicari sebagai Guru pengganti.

Terkadang di sekolah menjadi ajang “perpeloncoan” bagi guru honorer, ketika guru PNS tidak hadir biasanya yang disuruh menggantikan adalah guru honorer yang kadang guru yang digantikan tidak ada ucapan terima kasih.


4. Tidak ada Jaminan Kesehatan dan Kesejahteraan

Status wiyata yang disandangnya bisa lebih buruk nasibnya dibanding pekerja pabrik. Ketika pekerja lain mendapatkan jaminan hari tua, kesehatan dll. Kemana guru honorer berharap?

5. Cuma menang penampilan

Ya ini banyak saya baca di media sosial dari guru honorer sendiri. Penampilan seorang guru dituntut rapi dengan pakaian yang baik. Sedangkan gajinya sendiri tidak mencukupi untuk beli yang macam-macam.


6. Tidak ada jaminan sampai kapan terus bertahan

Bayang-bayang pemecatan terus menggerayangi guru honorer. Di tengah ketidakjelasan masa depan mereka juga harus berhati hati dalam melakukan sesuatu. Misal kalau ingin ijin, kadang dipersulit beda dengan PNS bisa dengan mudah belanja ke pasar.


7. Sulit diangkat PNS

Memang sejak tahun 2005 lalu pemerintah mengangkat ribuan tenaga honorer guru menjadi cpns. Namun masa itu sudah lewat. Sekarang kalau mau jadi PNS ya harus bersaing di formasi umum. Tentu saja mereka yang lebih muda dan baru lulus kuliah keguruan berpeluang lolos lebih besar mengingat otak masih encer. Namun bersaing ikut tes CPNS tidak semudah yang dibayangkan. Terkadang formasi yang tersedia puluhan namun pendaftar nya ribuan.

Demikian tadi 7 fakta menyedihkan guru honorer di Indonesia. Kalau ada tambahan bisa menambahkan di kolom komentar. Tulisan ini tidak bermaksud mendiskreditkan profesi guru. Semata hanya mengingatkan kepada adik adik yang berminat menjadi guru, bahwa menjadi guru sebelum diangkat PNS harus bersusah payah dahulu. Karena saat ini kenyataan di lapangan banyak yang ngeluh terutama masalah kesejahteraan. Profesi pendidik menjadi mulia dan berpahala ganda saat kita ikhlas dan sadar bahwa beginilah kenyataan yang harus dihadapi saat kita memutuskan menjadi profesi pendidik.
Previous Post
Next Post

0 komentar: