Rapat paripurna akhirnya menyetujui Revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Salah satu poin revisi menyangkut tuntutan honorer yang meminta diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Meski telah disepakati seluruh anggota DPR, beberapa anggota fraksi memberikan catatan atas Revisi UU ASN ini.
Anggota Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem) Akbar Faisal menyatakan ada konsekuensi dari disetujuinya UU ASN ini, yakni pembayaran gaji pegawai honorer yang diangkat menjadi PNS.
Akbar
memperkirakan untuk membayar gaji PNS dari sekitar 430 ribuan pegawai
honorer yang akan diangkat, dibutuhkan tambahan anggaran sekitar Rp 23
triliun.
"Ada
hal yang harus saya sampaikan. Pertama, negara atas kebijakan ini akan
mengangkat 430-an ribu honorer. Berarti biaya yang harus dikeluarkan Rp
23 triliun per tahun. Harus ada penjelasan tuntas dari pemerintah dari
mana uang tersebut. Jangan sampai mereka berharap dibayar gajinya, tapi
menjadi persoalan," ujar Akbar.
Revisi UU ASN mendapatkan
apresiasi dari Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Dyah Pitaloka, yang
juga merupakan pengusul revisi UU tersebut. Rieke bersyukur akhirnya
revisi UU ASN telah disetujui. Pasalnya, revisi UU ASN ini menyangkut
hidup rakyat.
Dia juga berharap tidak ada pihak yang menyangsikan kemampuan negara dan daerah memenuhi kewajibannya membiayai beban gaji PNS.
"Kita
tidak bisa berasumsi. Ini persoalan hidup rakyat. Persoalan negara
keberatan Rp 23 triliun, APBN kurang lebih ada Rp 2.000 triliun. Jika
harus mengeluarkan Rp 23 triliun, itu maksimum 2 persennya. Apakah
negara tidak mau memberikan 2 persen bagi mereka yang bekerja di garda
paling terdepan?" ucap Rieke Diah Pitaloka.
Sementara
itu, anggota Fraksi PPP Elviana mengusulkan jika pemerintah belum
sanggup mengangkat seluruh pegawai honorer menjadi PNS, maka setidaknya
pegawai honorer ini diberikan jaminan kesehatan.
"Namun, jika tidak semua bisa diangkat jadi PNS, mereka diberi rancangan kesehatan," tutur Elviana.
Usai disetujuinya revisi UU ASN oleh
DPR, maka DPR akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan
meminta surat presiden (surpres) segera dikirimkan kepada DPR agar bisa
masuk ke tahap pembahasan di Panitia Khusus (Pansus) atau komisi
terkait.
0 komentar: