9/08/2016

Dari Gaji ke-13,Gelar Ijasah Palsu hingga Diskresi

Di sela-sela kunjungan kerjanya ke Bali, Sabtu (06/06) Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi menyempatkan diri bercengkerama dan menikmati indahnya pemandangan persawahan yang dikelola dengan sistem subak di Tabanan. Hamparan sawah nan menghijau itu bisa dilihat dari pelataran kediaman Bupati Tabanan, sebuah pemandangan yang jarang dijumpai di daerah lain.

Sejatinya, kunjungan Yuddy di Kabupaten Tabanan ini untuk melihat secara langsung dan memastikan, apakah pelayanan publik di daerah yang menyimpan warisan budaya dunia yang diakui Unesco ini berjalan dengan baik atau belum. "Seperti kita lihat tadi, ternyata sudah cukup baik, seperti pada pelayanan samsat misalnya," ujar Yuddy yang didampingi Bupati Tabanam ni Putu Eka Wiryastuti.

Tetapi awak media dari Kota Subak itu tetap saja menggali informasi dan kebijakan terkait isu-isu yang tengah menggelinding dan menyentuh sendi-sendi kehidupan masyarakat, mulai dari gaji ke-13, ijazah palsu, sampai diskresi.

Terkait gaji ke - 13, sambil menikmati sajian yang dihidangkan di rumah peristirahatan Bupati Tabanan, Yuddy mengatakan bahwa proses di Kementerian PANRB sudah selesai. Kementerian Keuangan sudah menyiapkan anggarannya, tinggal ditandatangai Presiden.

"Kita harapkan bisa diterima dalam bulan Puasa. Ini juga menjadi perhatian Bapak Presiden, mengingat pada bulan puasa ini banyak kebutuhan aparatur negara dan pensiunan," ujarnya, seraya menambahkan bahwa besarannya sama dengan gaji yang diterima terakhir.

Menanggapi pertanyaan itu, Menteri mengatakan, kalau untuk pejabat negara yang menggunakan gelar ijasah palsu, Yuddy minta kepada instansinya untuk mencabut gelarnya. "Sanksinya lebih kepada moral," tegas Yuddy.

Dikatakan, pihaknya telah menerbitkan Surat Edaran dan menujuk Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) untuk melakukan penelusuran terhadap ijazah pegawai di instansinya. Adapun sanksinya, disesuaikan dengan ketentuan PP No. 53/2010 tentang Disiplin PNS, mulai dari teguran, penuruan pangkat.

Yang menarik, ternyata jurnalis juga menanyakan soal diskresi yang kini diatur dalam Undang-Undang No. 30/2014 tentangAdministrasi Pemerintahan. Dikatakan bahwa diskresi dapat dilakukan oleh pejabat negara sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut. Ada yang memerlukan ijin dari atasan, ada juga yang tidak.

Prinsipnya, diskresi itu dapat dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Dicontohkan, seorang bupati yang tengah menghadapi bencana di wilayahnya, bisa melakukan diskresi. Karena itu. Yuddy minta para pejabat tidak perlu khawatir sepanjang tidak ada motif menguntungkan pribadi, pejabat tersebut tidak perlu dipidanakan.

Selama ini, diskresi sudah banyak dilakukan oleh aparat kepolisian, utamanya polisi lalu lintas saat mengatur lalu lintas. Demi kepentingan umum, misalnya untuk mengurai kemacetan, seorang petugas Polantas bisa menahan atau mengalihkan sementara arus lalu lintas dari arah lain.

Previous Post
Next Post

0 komentar: