12/27/2014

Demi Pendidikan, Adit Rela Berjalan Jauh

Demi Pendidikan, Adit Rela Berjalan Jauh (Sebuah Kisah Yang Patut Disebarkan dan Diperlihatkan oleh Anak, Saudara, Teman Yang Masih Malas Untuk Bersekolah )

BERJALAN KAKI: Kholid Aditya Wahyu Hanggara diambil gambarnya ketika berjalan kaki pulang sekolah, Selasa (23/12).(suaramerdeka.com/ Eko Priyono)
MAGELANG, suaramerdeka.com – Di tengah suburnya, populasi kendaraan bermotor ternyata tidak sedikit warga yang belum bisa menikmatinya. Ketimpangan itu antara lain masih dirasakan penduduk pedesaan.

Kholid Aditya Wahyu Hanggara (13) merupakan salah satu pelajar yang belum sepenuhnya menikmati kenyamanan naik kendaraan bermotor. Murid kelas VIII SMP Negeri 1 Tempuran, Kabupaten Magelang, ini hampir setiap pulang sekolah harus rela berjalan kaki sejauh 3,5 kilometer. Sebab dari tempat tinggalnya di Dusun Bregasan, Desa Tugurejo, Kecamatan Tempuran, belum ada trayek angkutan pedesaan (angkudes).

Untuk menuju ke tempat sekolahnya harus ditempuh perjalanan melalui jalan naik turun menuju Pasar Babrik, Tempuran. Dari sana masih harus naik kendaraan menuju ke sekolahnya. “Kalau pagi sering membonceng bapak yang mau berangkat kerja. Tetapi kalau pulang sekolah saya sering berjalan kaki,” kata pelajar dengan nama panggilan Adit ini.

Kendati demikian prestasi akademik anak ini cukup menggembirakan. Saat di kelas VII (kelas satu) SMP pada semester pertama dia meraih ranking empat, dan di semester kedua di ranking sembilan. Namun di semester pertama kelas VIII ini posisi dia melorot di 20 besar. “Saya kesulitan mengikuti Kurikulum 2013, karena buku paketnya terlambat datangnya,” katanya.

Pelajar yang satu ini juga selalu meraih nilai tinggi semasa masih di bangku sekolah dasar (SD). Tempat sekolahnya, di SD Negeri Bawang, Kecamatan Tempuran, berjarak dua kilometer dari rumah orang tuanya. “Sewaktu sekolah di SD ranking
saya selalu baik, antara ranking satu dan dua,” katanya.

Mengingat rumah orang tuanya, di pegunungan yang relatif jauh dari kota, maka berjalan kaki menjadi hal yang biasa. “Awalnya kalau pulang sekolah berjalan kaki terasa berat. Tetapi lama kelamaan menjadi terbiasa,” ujar pelajar yang ibunya sudah meninggal akibat gagal ginjal ini.

Putera ketiga pasangan Muh Khozin dan Astuti (almarhum) ini mengatakan, sebetulnya ada keinginan pergi ke sekolah membawa sepeda motor. Tetapi apa daya, karena orang tua dia belum mampu membelikan motor. “Kalau ada sih ingin bersekolah menggunakan sepeda motor agar tenaganya tidak capai. Kalau capai kadang menjadi malas belajar,” ujarnya.

Saudara kandung Adit sudah tidak seluruhnya tinggal bersama di rumah orang tuanya. Dalam hal ini karena putra pertama dan kedua pasangan Muh  Khozin dan almarhumah Astuti ini bekerja di Kalimantan. Sehingga yang masih satu rumah hanyalah Adik dan adiknya yang masih duduk di bangku kelas enam SD.
Previous Post
Next Post

0 komentar: